Perspektif Sistem Transportasi BRT sebagai Barang Publik



Perspektif Sistem Transportasi BRT sebagai Barang Publik
Zulkifli
A.    Teori Barang Publik
Penyediaan barang-barang publik biasa dilakukan oleh pemerintah. Barang-barang publik yang disediakan dan dilakukan oleh pemerintah yakni seperti jalan raya, pertahanan nasional dan lain-lain. Sedangkan barang swasta juga dapat dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta, seperti kereta api, jasa penerbangan dan lain-lain. Barang-barang swasta tersebut bukan semata-mata murni hasil dari pihak swasta, melainkan pihak pemerintah juga turut andil dalam pembiayaan atau anggaran pembuatannya. Pihak swasta hanya menjadi ‘pekerja’ dalam segala proyek pembuatan barang-barang tersebut.
Karakteristik barang publik (public goods):
1.      Pengertian
Barang publik adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut dan barang publik merupakan barang-barang yang tidak dapat dibatasi siapa penggunanya dan seseorang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Contoh: udara, cahaya matahari, papan marka jalan, lampu lalu lintas, pertahanan nasional dan sebagainya.
2.      Sifat
Non Rivalry yaitu penggunaan satu konsumen terhadap satu suatu barang publik tidak akan mengurangi kesempatan konsumen lain untuk ikut mengkonsumsi barang tersebut. Setiap orang dapat memanfaatkan  barang tersebut tanpa memengaruhi manfaat yang diperoleh orang lain dan tidak membuat barang publik itu menjadi berkurang. Contoh: dalam kondisi normal, apabila kita menikmati udara dan sinar matahari, orang-orang disekitar kita pun dapat mengambil manfaat yang sama dan tidak akan berkurang karena dikonsumsi orang lain.
Non Excludable yaitu jika barang publik sudah tersedia, maka tidak ada satupun yang menghalangi untuk memanfaatkan barang tersebut, yakni setiap orang bebas memiliki akses atas barang tersebut. Contoh: udara yang kita hirup maka orang lain juga berhak untuk menghirupnya tanpa ada batasan atau limit-limit lainnya yang bersifat ‘pengkhususan’.
3.      Jenis
Barang publik lokal adalah barang yang menurut penyediaannya oleh pemerintah daerah dan secara teknologi layak dan perolehan keuntungannya dinikmati oleh penduduk setempat.
Barang publik nasional adalah barang-barang yang penyediaannya oleh pemerintah pusat dengan perolehan keuntungan yang dinikmati dan selain penduduk setempat juga masyarakat dalam suatu negara.
Barang publik murni adalah tidak ada seorang (pihak swasta) yang mau menghasilkan, karena masalah kepemilikan. Sebagaimana namanya, maka barang ini tidak bisa dimiliki perorangan, tetapi oleh masyarakat luas, kalaupun yang mengelola adalah pihak tertentu, seperti jalan yang dikelola oleh pemerintah.
Barang publik tidak murni adalah letak barang publik yang jauh dari jangkauan konsumen, jasa yang diterimanya makin kecil juga untuk karakteristiknya.
4.      Sistem pembayaran (Payment System)
Sektor publik yang mampu melakukan investasi untuk memberikan pelayanan kemudian sektor swasta menjalankan dengan menjalankan dengan mengenakan biaya pada pemakai, sistem ini disebut Build-Operate-Transfer.
a. Persaingan rendah: barang publik (biaya sektor publik) contohnya jalan toll menggunakan biaya campuran antara biaya publik dan biaya swasta.
b. Persaingan tinggi : barang publik (biaya sektor publik) sedangkan barang swasta (biaya dari pihak swasta).
5.      Pelayanan (Service)
Sesuai dengan Fungsi Alokasi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan penyediaan dan pelayanan barang-barang publik yang diperuntukkan secara komunal dan tidak dapat dimiliki secara perorangan.
a. Fungsi Distribusi, yaitu fungsi yang memiliki keterkaitan erat dengan perataan kesejahteraan masyarakat dalam arti proporsional tetap menjadi perhatian dalam rangka mendorong tercapinya pertumbuhan yang optimal.
b. Fungsi Stabilisasi yaitu fungsi yang memiliki keterkaitan erat dengan fungsi mengatur variabel ekonomi makro dengan sasaran untuk mencapai stabilitas ekonomi secara nasional.
6.  Jumlah (Quantity)
Jumlah dari ketersediaan barang publik sendiri sangat banyak atau melimpah. Seperti jalan-jalan publik, jumlahnya sampai tak terhitung karena pembangunannya yang sangat cepat bahkan dalam siklus harian dan tak pernah berhenti seiring kebutuhan jalan publik yang makin meningkat dari tahun ke tahun baik itu jalan protokol dan juga jalan-jalan kecil. Sehingga sulit bagi seseorang untuk menghitung berapa jumlah dari jalan tersebut, misalnya.
7.      Kepemilikan
Karena sifatnya yang non-rival dan non-eksklusif, maka kepemilikan dari barang publik sulit diidentifikasi bahkan bisa dibilang tak ada satupun orang yang tidak memilikinya, karena barang publik ditujukan untuk semua orang oleh pemerintah.
Dalam teori pembagian cara klasik barang ekonomi selain barang publik dikenal juga barang privat,  sumberdaya bersama dan barang club. Barang privat adalah barang barang yang excludable dan juga memiliki rivalitas. Sumberdaya bersama adalah barang-barang ekonomi yang memiliki rivalitas namun tidak memiliki eksklusivitasi. Sementara itu barang club adalah barang-barang ekonomi yang memiliki eksklusivitasi namun tidak memiliki rivalitas atau persaingan. Dapat digambarkan seperti table berikut.



Pembagian Cara Klasik Barang Ekonomi
Exludability (Kemungkinan Eksklusivitasi)
Ya
Tidak
Rivalness (Persaingan)
Ya
Barang Privat
Sumberdaya Bersama

Tidak
Barang Club
Barang Publik


Free ridersFree riders ini adalah mereka yang ikut menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu sementara sebenarnya ada pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang publik tersebut. Contohnya adalah mereka yang tidak membayar pajak tadi, tapi ikut menikmati jasa-jasa atau barang-barang yang diadakan atas biaya pajak. Contoh lain, sebuah jalan desa dibangun dengan kerja bakti. Free rider kemudian adalah mereka yang tidak ikut kerja bakti, tetapi kemudian ikut menggunakan jalan desa tersebut. Dalam ilmu ekonomi, keberadaan masalah free rider dan eksternalitas inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya inefisiensi pasar.
Sektor swasta biasanya kemudian mengembankan cara-caranya sendiri untuk mengatasi efek eksternalitas dan free rider yang dapat menimbulkan inefisiensi tersebut. Contohnya, siaran televisi sebenarnya dapat digolongkan sebagai public goods bagi seluruh pemilik televisi. Akan tetapi, sektor swasta misalnya kemudian mengembangkan sistem periklanan atau sistem TV-kabel yang mengacak transmisi siaran sehingga hanya dapat ditangkap dengan dekoder tertentu agar hanya mereka yang membeli dekoder itu yang dapat menikmati siarannya. Contoh lain adalah sistem jalan toll, sehingga hanya mereka yang membayar yang dapat menggunakan jalan tersebut. Untuk menghindari adanya free riders dibutuhkan kekuatan pemerintah untuk memberlakukan paksaan (kewajiban) kepada masyarakat untuk memberikan kontribusi.
 Dalam ilmu ekonomi, Free Rider Problem mengacu pada situasi di mana beberapa individu dalam suatu populasi baik mengkonsumsi lebih dari adil dari sumber daya umum, atau membayar kurang dari adil dari biaya sumber daya umum. Dalam pengertian di kantor, free rider dapat diartikan sebagai seseorang yang menerima gaji, kenaikan gaji, honor, bahkan bonus tapi bekerja dengan tidak dengan maksimal bahkan tidak ada pekerjaannya.
Membahas mengenai Barang Publik, transpotrasi umum/bus adalah Barang Publik yang akhir-akhir ini trendi di bicarakan sebagai solusi masalah kemacetan. Banyak kota telah mengembangkan variasi tema tentang pelayanan bus yang lebih baik serta konsep tempat tinggal dalam kumpulan karya terbaik daripada sebuah definisi yang tegas. Bus Rapid Transit (BRT) adalah satu bentuk angkutan berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem transportasi pintar ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik. Ciri-ciri Bus Rapid Transit termasuk koridor busway pada jalur terpisah, sejajar atau dipisahkan secara bertingkat, dan teknologi bus yang dimodernisasi.
BRT yang telah di operasikan di Makassar masih dua koridor sehingga belum bisa mengurangi kemacetan, salah satnya di kawasan Kota Tua. Hal ini di perparah karena banyaknya toko-toko (private good) yang tidak memiliki parkiran (jl. Somba Opu). Kendaraan yang parkir di bagian badan jalan (Common poll Recourse) pada waktu tertentu sangat merugikan pengendara lain yang melintas di sepanjang jalan utamanya di Jl. Somba Opu dan beberapa jalan di kawasan Kota Tua Makassar.

Mengidentifikasi  sisi Rivalness dan Ekslusivitas di Kawasan Kota Tua Makassar
Pembagian  Cara Klasik Barang Ekonomi
Exludability (Kemungkinan Eksklusivitas)
Ya
Tidak
Rivalness (Persaingan)
Ya
Barang Privat
Toko Emas
Sumberdaya Bersama
Jalan Raya
Tidak
Barang Klub
Kuil/Gereja
Barang Publik
Keamanan

Dari Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa Barang Private (private good) di Kawasan Kota Tua salah satunya adalah Toko Emas, karena dimiliki oleh swasta/pribadi dan ada persaingan. Melihat kondisi sekarang toko-toko emas yang berjejeran di Jl. Somba Opu yang merupakan barang private seharusnya menyediakan lahan parkir sebagai kepentingan privat. Namun tidak demikian sehingga dapat di katakan toko emas sebagai free rider karena mengambil manfaat jalan yang dapat meresikon pengendara.
Jalan sebagai sumberdaya bersama (Common poll Recourse) yang disediakan oleh pemerintah dan manfaatnya di rasakan oleh masyarakat namun bersaing pada kondisi macet.
Kuil Klenteng Chu Su Kong merupakan Barang Klub (Club good). Klenteng Chu Su Kong oleh masyarakat Tionghoa dibangun untuk menghormati tokoh masyarakat yang dianggap berjasa dalam bidang kesehatan oleh masyarakat. Klenteng ini berperan sebagai media peribadatan bagi masyarakat tionghoa di makassar. Klenteng ini di keloloah oleh kelompok etnis Tiong Hoa dan tidak ada persaingan untuk mendapatkan manfaatya.
Barang Pulik (Publik good) di kawasan Kota tua Makassar adalah keamanan karena kawassan kota tua ini didominasi oleh etnis Tiong hoa yang merupakan wajah Kota Tua di Makassar (dilindungi oleh pemerintah) jadi keamanan adalah barang public yang masyarakat harus rasakan di kawasan Kota Tua.
Dengan Mengidentifikasi  sisi Rivalness dan Ekslusivitas di Kawasan Kota Tua Makassar permasalahan yang terjadi adalah adanya kepentingan private yang mengganggu barang sumberdaya bersama atau dapat di katakana sebagai free rider (Toko Emas) yang mengambil badan jalan sebagai parkiran. Dengan demikian perlu penataan kawasan Kota Tua dan mengoptimalkan Transportasi Publik/BRT sebagai solusi kemacetan Kota Tua.
Sumber : Rustiadi E dkk.2011.Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia
http://pecinanmakassar.blogspot.co.id/ (diakses tanggal 27 September 2015)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sumber daya alam dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui

Barang Publik (Planology)

Wisata Kota Sengkang, Kabupaten Wajo